Lebaran 1431 |
Anak Kamanakan |
Nene Samo Cucu |
Sungai Janiah di Nagari Tabek Panjang, Kecamatan Baso, Agam
sudah lama terkenal memiliki legenda “ikan sati” atau ikan sakti. Di
lokasi yang terletak 3,5 km dari sebuah simpang sebelum Pasar Baso di
tepi jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh kini dijadikan objek wisata.
Sungai Janiah bukanlah sebuah sungai berair jernih, tapi hanya sebuah
kolam ikan di belakang sebuah mesjid yang airnya tidak jernih.
Para pengunjung ke sana hanya
datang untuk melihat ikan-ikan yang meliuk berenang kian-kemari.
Penduduk di sana tidak ada yang tahu jenis ikan yang rata-rata
panjangnya setengah meter hingga yang kecil 10 cm. Ikan-ikan tersebut
berwarna gelap, berbadan ramping dan panjang.
Orang-orang di sana hanya tahu
ikan-ikan tersebut sakti dan sudah ada sejak zaman dulu. Penduduk
sekitar memiliki legenda bahwa nenek moyang ikan di sana berasal dari
seorang anak perempuan.
Setidaknya ada dua versi cerita
legenda tentang ikan Sungai Janiah. Versi pertama di kutip dari buku
sederhana karangan Ketua Seksi Pariwisata C. Panggulu Basa yang banyak
dijual di kedai-kedai kecil di objek wisata Sungai Janiah. Versi kedua
menurut tokoh Sungai Janiah, Muchtar Tuanku Sampono.
Versi Buku C. Panggulu Basa
Asal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan anak manusia
dan anak jin yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk yang
berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati.
Alkisah, penduduk Nagari Tabek
Panjang di Kecamatan Baso ini berasal dari puncak gunung Merapi. Karena
persediaan air di Gunung Merapi semakin terbatas, maka timbullah ide
mencari hunian baru di bawah Gunung Merapi. Maka diutuslah Sutan Basa
untuk mencarai lokasi baru itu, Sutan Basa menemukan kawasan yang
memiliki Sungai dan air mancur yang sangat jernih. Tapi daerah itu
telah ditempati oleh bangsa jin, maka Sutan Basa menyampaikan
keinginannya kepada jin tinggal dikawasan itu bersama kelompoknya.
Maka diadakanlah kesepakatan antar
kepala suku masing-masing, bahwa boleh tinggal di daerah itu, asalkan
kalau anak kemenakan dari Datuak Rajo Nando mamak dari Sutan Basa
menebang pohon agar membuang serpihan dan sisa kayu ke arah rebahnya
pohon. Kalau kesepakatan ini dilanggar, maka keturunan dari keduanya
akan memakan kerak-kerak lumut, tempatnya tidak diudara tidak juga di
daratan.
Setelah sepakat tinggallah kaum
tersebut di Sungai Janiah. Suatu waktu ada keinginan untuk membangun
gedung pertemuan atau balairung untuk tempat berkumpul. Maka
ditugasilah oleh Sutan Basa sekelompok irang untuk mencari kayu sebagai
tonggak tuo. Maka pergilah mereka ke hutan. Karena begitu senang
bercampur lelah, mereka langsung menebang pohon yang mereka nilai
cocok, tapi mereka lupa akan janji yang telah disepakati oleh kepala
suku. Karena tidak mengindahkan janji tersebut maka hasil tebangan
pohon tersebut mengenai anak- anak jin. Kejadian ini membuat marah
keluarga jin, mereka menurunkan batu-batu dari Bukit Batanjua yang ada
di sekitar sungai tersebut, yang menyebabkan gempa.
Keadaan ini menyebabkan hubungan
tidak harmonis antara keduanya. Suatu waktu Datuak Rajo Nando dan
istrinya pergi membersihkan ladang tebu mereka dengan meninggalkan anak
perempuan mereka berusia 8 bulan. Setelah pulang dari ladang, tidak
ditemui anak tersebut. Maka seluruh orang kampung diperintah mencari
anak hilang tersebut, sampai larut malam seluruh usaha seakan sia-sia.
Malam hari istri Datuak Rajo Nando
bermimpi agar memanggil anaknya di Sungai Janiah dengan cara membawa
beras dan padi dan memanggil anaknya seperti memanggil ayam. Esok siang
dilakukanlah seperti di mimpinya. Setelah dipanggil datanglah dua ekor
ikan yang satu tampak jelas dan yang satu lagi tampak samar. Maka
ikan yang tampak jelas itu adalah anak Datuak Rajo Nando dan satunya
lagi adalah anak jin. Hal ini terjadi karena keduanya melanggar janji,
sehingga termakan sumpah.
Versi Muchtar Tuanku Sampono
Muchtar Tuanku Sampono yang
berusia 96 tahun, tokoh masyarakat Sungai Janiah mengatakan, ikan di
Sungai Janiah ini tidak “sakti”. Ikan tersebut berasal dari anak yang
hilang. Malam harinya ibu anak tersebut bermimpi agar dibuat nasi
kunyit (nasi kuning) dan dipanggil anaknya di Sungai Janiah.
“Sejak dulu tidak ada yang berani
memakan ikan di Sungai Janiah ini, karena mereka enggan saja karena
sepertinya memakan manusianya saja, bahkan Belanda dan Jepang tidak
berani menjamah ikan ini,”
Menurut Tuanku Sampono tidak ada
yang tahu jenis dan nama ikan tersebut. Ikan seperti ikan ‘gariang’,
namun kata orang Jambi ikan ini sejenis ikan Kalari. Seperti yang
dikatakan oleh Tuanku Sampono ikan-ikan tersebut sejak dulu tidak
terlihat anak-anak ikannya.
Apakah cerita-cerita rakyat itu
benar atau tidak? Yang jelas legenda Sungai Janiah mendatangkan berkah
bagi penduduk sekitar dengan banyaknya orang berkunjung setiap hari.
Sumber: www.padangkini.com
| ||
0 comentar:
Posting Komentar